Pada
tulisan kali ini, saya akan menjelaskan tentang makna puasa. Hal ini, didasari oleh
kenyataan bahwa beberapa hari ke depan, kita akan menyambut Bulan Suci Ramadhan
1446 H. Kita patut bersyukur kepada
Allah SWT, karena masih diberikan kesempatan kembali bertemu dengan bulan yang
penuh rahmat dan ampunan ini. Semoga kita semua dapat mempersiapkan diri dengan
baik untuk meraih keberkahan di dalamnya.
Sebelumnya,
kita akan mengingat kembali definisi puasa Ramadhan menurut Syari’at Islam. Puasa
Ramadhan adalah ibadah wajib dalam Islam yang dijalankan dengan menahan
diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa. Puasa Ramadhan
dilakukan selama satu bulan penuh, dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Puasa
Ramadhan adalah suatu puasa yang diwajibkan Allah SWT pada seluruh umat muslim
di muka bumi. Seperti yang terkandung dalam Quran Surat Al-Baqoroh tentang
perintah puasa, yang artinya adalah: “ Wahai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa.”
Tafsir
ayat di atas adalah: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu
berpuasa guna mendidik jiwa, mengendalikan syahwat, dan menyadarkan bahwa
manusia memiliki kelebihan dibandingkan hewan, sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu dari umat para nabi terdahulu agar kamu bertakwa
dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah.” (Tafsir Wajiz).
Mengapa kita harus menjalankan
ibadah puasa ini? Apakah ada manfaatnya bagi kehidupan sehari-hari? Dua
pertanyaan ini yang akan saya jawab. Dari sudut pandang Agama Islam sudah
sangat jelas kewajiban kita untuk melaksanakan puasa Ramadhan yang disertai keutamaan di dalamnya. Selain itu, ada makna yang lain yang terkandung dalam
hakikat puasa khususnya puasa Ramadhan.
Menurut
beberapa sumber yang saya dapatkan, ada beberapa nilai yang akan kita dapatkan
ketika menjalankan ibadah puasa, yaitu:
1.
Nilai Normatif
Adalah
nilai yang menjadi norma, aturan, maupun kewajiban yang harus di laksanakan
oleh seluruh umat Islam.
2.
Nilai
Purifikatif
Adalah
nilai pembersihan diri dari kotoran, dosa, kesalahan, hasrat, hawa nafsu, yang berada dalam diri
seorang muslim.
3.
Nilai Preventif
Adalah
nilai pencegahan, mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan yang merusak
keimanan dan ketaqwaan seorang muslim.
4.
Nilai
Preservatif
Adalah nilai
untuk memelihara kita, agar sehat jasmani, rohani, mental, dan spiritual. “Shumu
tashihhu.” (Berpuasalah, niscaya kamu sehat).
Sedangkan
secara intelektual menjalankan ibadah puasa memberikan pelajaran yang sangat
berharga bagi kita, yaitu: kepatuhan, pelatihan, pengorbanan, penyucian,
perjuangan, keikhlasan, dan i’tibar dari kelemahan diri. Dimana semua pelajaran
ini sudah terangkum dalam empat nilai puasa di atas. Pelajaran tersebut
didapatkan karena ibadah puasa langsung di nilai Allah SWT tanpa sepengetahuan orang
lain.
Untuk
memberikan motivasi khususnya bagi diri saya sendiri dan umumnya kepada semua
pembaca agar lebih semangat dalam menjalankan ibadah puasa. Supaya kita tidak
sekadar menggugurkan kewajiban berpuasa secara formalitas atau rutinitas. Maka
saya akan menguraikan beberapa pandangan dari para tokoh besar, baik itu yang
beragama Islam maupun Non-Islam. Karena umat selain agama Islam pun mengenal
dan sering menjalankan ritual ibadah puasa.
1.
Plato: “Aku
berpuasa agar fisik dan mentalku sehat.”
2.
Augustinus:
“Puasa membersihkan jiwa, meningkatkan pikiran, menspiritualkan yang fisik,
menumbuhkan rasa sesal, dan kerendahan hati, menyingkirkan hambatan nafsu,
memadamkan ketamakan, dan menyalakan cahaya sejati kesucian.”
3.
Dante
Alighieri: “Puasa memiliki kekuatan yang lebih dahsyat dibandingkan kesedihan.”
4.
Paracelcus:
“Puasa adalah pengobatan terbaik, dokter dalam diri.”
5.
Benjamin
Franklin: “ Obat terbaik adalah istirahat dan puasa.”
6.
Fyodor
Dostoyevsky: “Ketaatan, puasa, dan doa sering ditertawakan, padahal hanya
melalui hal tersebut terdapat jalan untuk kebebasan sejati. Aku memotong
keinginan tak terkendali dan tidak penting. Aku tundukkan kesombongan dan
ketamakanku dan kuhukum ia dengan kepatuhan dengan pertolongan Tuhan, aku
mencapai kemerdekaan jiwa dan kenikmatan spiritual.”
7.
Herman Hesse:
“Setiap orang dapat melakukan keajaiban, setiap orang dapat mencapai tujuannya,
kalau ia mampu berpikir, kalau ia mampu menunggu, dan kalau ia mampu berpuasa.”
8.
Mahatma Gandhi:
“Agamaku mengajarkan kepadaku, bahwa kapanpun muncul tekanan yang tak dapat
disingkirkan sendiri, seseorang harus berpuasa dan berdoa.”
9.
Syekh Waliyullah
Al-Dihlawi: “Puasa ibarat Tiryaq, Penawar bagi racun-racun setan
(semacam “detoksifikasi spiritual”). Dengan puasa Anda memukul naluri
kebinatangan (al-bahimiyyah) yang mungkin selama ini menguasai diri Anda.”
10. Syekh Abdul Wahab Al-Sya’rani: “Puasa membawa kepada pencerahan
batin (ghayat an-nuraniyyah) dan peneguhan rohani; serta berbagai kebajikan
yang berlimpah tatkala mereka berpuasa.”
11. Tariq Ramadhan: “Filosofi puasa mengundang kita untuk mengenali
diri kita sendiri, menguasai diri kita sendiri, dan mendisiplinkan diri kita
sendiri menjadi lebih baik, juga untuk membebaskan diri kita sendiri. Berpuasa
berarti mengenali ketergantungan kita dan membebaskan diri kita darinya.”
12. Suhrawardi Al-Maqtul: “Puasa adalah upaya untuk melepaskan diri
dari penjara raga yang material, jalan penjernihan jiwa sehingga mampu
memantulkan Cahaya Tuhan (pengetahuan).”
13. Ibnu Arabi: ”Puasa adalah pencegahan dan peninggian, tiada tindakan
yang dilakukan, penafiran keserupaan, dan sifat As-Shamadiyah, yang tebusannya adalah
Allah SWT.”
14. Maulana Jalaluddin Rumi: “Meski ragamu akan memucat sebab puasa,
namun jiwamu akan melembut bagai sutra, pintu-pintu langit akan terbuka, Yusuf
menjadi pemimpin Mesir yang dicintai, sebab ia bersabar dalam sumur gelap tak
terperi.” (Rumi, Divan-e shams, puisi 2344).”
15. Syekh Siti Jenar: “Puasa secara lahir disubstitusikan dengan
kemampuan untuk melaparkan diri. Bukan sekadar mengatur ulang pola makan di
bulan Ramadhan, tetapi mampu ngelakoni weteng kudu luwe, membiasakan
diri lapar, bukan membiarkan kelaparan. Sehingga terciptalah sistem masyarakat
yang terkendali hawa nafsunya.”
Itulah
beberapa pandangan tentang keutamaan dalam menjalankan ibadah puasa. Sebenarnya
masih banyak lagi pandangan-pandangan dari Tokoh Besar lainnya. Namun, saya
hanya menguraikan lima berlas (15) saja, agar para pembaca tidak terlalu banyak dalam mencerna maknanya. Di sini, saya tidak menguraikan tentang kewajiban
puasa berdasarkan ilmu fiqihnya, keutamaan puasa di bulan Ramadhan, ataupun
tingkatan puasa, karena semua itu berada dalam kapasitas yang berbeda.
Sebagai
akhir dari tulisan saya, semoga kita dapat menjalankan ibadah puasa dengan
sebaik-baiknya serta sesuai syari’at yang berlaku dalam agama Islam. Dengan
demikian, kita dapat menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai waktu untuk
muhasabah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal’alaamiin. Marhaban
Yaa Ramadhan. (EAS).
Dari semua pandangan tokoh besar tentang puasa pada blog ini ,diantara semua alasan mereka berpuasa dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu,sebagai pembersihan jiwa,pengendalian diri,empati dan kepedulian,pengembangan kekuatan mental,serta perhubungan dengan ketuhanan .
BalasHapusOk. Mantap Ulfah..
BalasHapus