Sabtu, 19 April 2025

KEHILANGAN

 

https://depositphotos.com/id/photos/kehilangan-seseorang.html

Tulisan kali ini berkisah tentang kata “kehilangan”. Entah itu kehilangan dalam arti yang sesungguhnya, ataupun kehilangan rasa dari pribadi seseorang. Kehilangan bisa dikatakan sebagai pengalaman yang lumrah dan kerap kali dialami oleh setiap orang di muka bumi.

Sebelum membahas lebih jauh, mari kita pahami terlebih dahulu definisi dari kehilangan. Sebab, pada dasarnya, setiap orang tentu pernah mengalami kehilangan, dalam berbagai bentuk dan situasi.

KBBI mendefinisikan kehilangan sebagai bentuk pasif dari menghilangkan, atau menderita sesuatu karena hilang. Kehilangan juga bisa diartikan sebagai tindakan atau fakta tidak mampu menjaga atau memelihara sesuatu atau seseorang. Kehilangan merupakan hukum alam, bahwa apa yang kita miliki adalah titipan, tidak akan kekal selamanya.

Kehilangan memang merupakan pengalaman yang menyakitkan, namun dengan mengingat ayat-ayat Al-Qur'an dan mempercayakan diri kepada Allah, kita dapat menemukan kedamaian dan ketenangan dalam hati. Ayat-ayat quran yang membahas tentang kehilangan di antaranya adalah: surah Al-Baqarah ayat 155-157, surah Ali 'Imran ayat 169, surah Al-Insyirah ayat 5-6, Surah Ar-Ra'd ayat 28, dan surah An-Nahl ayat 96. Ayat-ayat ini menekankan pentingnya sabar, ikhlas, dan mengingat Allah dalam setiap ujian dan cobaan, termasuk kehilangan. 

Menurut saya, kehilangan adalah perasaan ditinggalkan oleh sesuatu atau seseorang yang dianggap milik kita. Misalnya ditinggalkan oleh harta benda, orang yang kita cintai, jabatan, cinta kasih, maupun kepercayaan dari orang lain. Semua peristiwa tersebut meninggalkan hati yang sedih, kecewa, bahkan terluka.

Kita menganggap harta benda yang kita miliki bukan titipan Allah sehingga ketika Allah mengambilnya kembali kita sangat merana. Keluarga yang berada dekat dengan kita akan selamanya berada dalam pelukan, namun ternyata mereka akan meninggalkan kita karena dipanggil pulang oleh Sang Maha Khalik. Begitupula jabatan, cinta kasih, atau kepercayaan dari orang lain, akan meninggalkan kita sesuai batas waktu yang telah ditentukan.

Kilas balik dengan pengalaman saya yang merasakan kehilangan segalanya. Dunia seakan kiamat, kehidupan pun hampa, dan tidak lagi mempunyai harapan untuk bahagia. Ketika tahun 1998, sekitar bulan Mei. Ibuku meninggal dunia dikarenakan mempunyai penyakit liver akut. Kesedihan dan luka hati masih sangat terasa sampai sekarang. Walaupun puluhan tahun sudah berlalu, namun rasa sakit kehilangan masih melekat erat dalam sanubari.

Saya kehilangan orang yang paling dicintai, kehilangan rasa cinta kasih seorang ibu, kehilangan doa-doa yang selalu dipanjatkan setiap sujud dalam salatnya. Dunia pun gelap gulita namun memaksa diri untuk segera bangkit dari keterpurukan. Waktu itu saya merasakan depresi yang sangat luar biasa, krisis kepercayaan kepada Allah SWT. Dalam hati selalu bertanya, “Mengapa semua ini terjadi padaku?”

Kejadian tersebut menimpa ketika saya masih duduk di bangku SMA kelas 2 pada salah satu SMAN di Kota Bandung. Titik kesedihan yang paling dalam terjadi padaku, sampai ingin menyusul kepergian ibuku.

Tidak mudah bagi saya, bangkit dari kesedihan karena kehilangan seorang ibu. Namun, secara perlahan Allah membimbingku untuk terus melanjutkan hidup dengan menelan kepahitan. Sering saya mendengar pesan moral dan nasihat dari bapak, keluarga besar, guru-guru, para ustad, dan teman-temanku bahwa dibalik semua yang terjadi ada hikmah yang Allah berikan pada kita. Saya hanya menangis dan berpikir bahwa mereka dapat berbicara seperti itu, karena tidak merasakan apa yang aku rasakan. Namun ada satu kalimat dari temanku yang membuat saya bangkit lagi yaitu “Andai ibumu masih hidup dan masih tinggal bersamamu, dia akan menderita karena sakitnya.”

Kalimat tersebut yang menusuk jantungku, karena memang benar andaikan ibuku bertahan hidup pasti sedang menderita, mungkin dalam jangka waktu yang panjang. Karena para dokter sudah tidak bisa menanganinya lagi, apalagi saya yang hanya seorang gadis muda yang tidak tahu menahu tentang pengobatan. Tentunya saya tidak akan sanggup melihat orang yang paling dicintai menderita dalam waktu lama, sementara saya tidak mampu menolong sedikit pun.

Hari demi hari saya lalui tanpa keberadaan seorang ibu, pahit dan sulit dirasakan namun semuanya harus saya jalani. Saya masih mencari makna dan hikmah dari kepergian ibuku. Tiga tahun kemudian, ketika saya masih di bangku kuliah semester tiga, saya memutuskan untuk menikah. Keputusan yang sangat sulit namun saya yakin akan memperbaiki kisah hidupku.

Gadis muda yang polos tanpa pengalaman atau pengetahuan apapun tentang berumah tangga malah mendapat ujian dan cobaan yang beragam. Ternyata dengan menikah masalah hidup bukannya berkurang namun bertambah. Alhamdulillah, karena persamaan prinsip dan keyakinan yang saya miliki bersama suami, masalah besar menjadi kecil dan masalah kecil menjadi tidak ada. Walau demikian, saya belum sepenuhnya menyadari hikmah dari kehilangan ibuku.

Saya tidak putus asa, selalu memanjatkan doa kepada Allah SWT agar ditunjukkan hikmah dari kehilangan ibuku. Kini ketika usia pernikahanku sudah mencapai puluhan tahun (24 tahun) lamanya, baru menyadari sepenuhnya tentang segala hikmah dan makna dari kehilangan ibuku. Mungkin dulu juga sudah banyak hikmahnya, namun sayang saya tidak pernah menyadarinya. Di antara hikmahnya yaitu: saya menjadi wanita kuat, hebat, mandiri, tangguh, dan mampu bertahan dalam kepahitan hidup, dan yang paling penting saya tumbuh menjadi wanita yang tidak pernah putus asa dan pantang menyerah dalam segala hal. Bila ibuku masih ada, kemungkinan besar saya tidak akan menjadi sekuat ini dalam menjalani kehidupan.

Sesi kedua kehilangan mendalam yang saya alami adalah kehilangan bapak tercinta. Tepatnya pada hari Kamis, 10 April 2025, bapak meninggalkan kami semua. Peristiwa itu membuatku terpukul dan menempatkan pada kesehatanku yang memburuk. Sedih yang saya rasakan sampai ke dasar hati. Sakit memang, sedih juga betul, namun mungkin tidak sesakit ketika ditinggalkan ibu dahulu. Mungkin dikarenakan saya sudah dewasa, sehingga dapat mengendalikan emosi jiwa, atau mungkin telah mendapatkan kesakitan yang melebihi peristiwa ini.

Dari pengalaman hidup yang saya lalui, dengan mudah saya mendapatkan makna dan hikmah di balik semuanya. Ibu dan bapakku bukan milikku, mereka titipan yang Allah berikan pada kami anak-anaknya. Dan ketika mereka diambil kembali oleh pemiliknya tentunya kami harus merelakannya. Tidak saya pungkiri, air mata tidak henti-hentinya membasahi pipi disebabkan kesedihan ditinggalkan bapak. Namun saat ini saya lebih ikhlas dan ridha atas takdir yang diberikan-Nya.

Satu hal yang tidak pernah lepas dari hati, adalah kerinduan yang mendalam terhadap ibuku, dan mungkin sekarang kerinduan itu menjadi bertambah kepada bapak. Sudah puluhan tahun berlalu ditinggalkan oleh ibuku, namun kerinduan di hati tetap menyala. Nama ibuku tetap hadir dalam setiap langkahku, dalam setiap kalimat yang saya tuliskan, dalam buku yang saya terbitkan selalu ada nama ibuku menghiasinya. Segala kenangan semasa hidup mendiang ibuku selalu hadir dan menari dalam anganku, dan sekarang menyusul kenangan bapak yang akan tetap hidup menemani hari-hariku selanjutnya.

Ya Allah, Ya Tuhanku, terima kasih Engkau telah memberikan seorang Ibu dan Bapak yang hebat dan luar biasa pada kami. Biarkanlah kerinduan ini tetap abadi dan tersimpan dalam setiap doa pada-Mu. Peluklah mereka dalam cinta kasih-Mu, selamatkan mereka dari siksa kubur dan siksa api neraka, Aamiin Yaa Rabbal’alaamiin. Akhirnya semua kehilangan harus diterima dengan seikhlas-ikhlasnya. Mei, 1998; April, 2025. EAS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SURAT CINTA FILSUF

  https://id.pngtree.com/free-backgrounds-photos/surat-cinta-pictures                Cinta adalah anugerah   terindah yang diberikan oleh Sa...