https://ikobengkulu.com/detail/1669/tan-malaka-bapak-republik-yang-gugur-di-senapan-bangsa-sendiri
Tulisan kali ini akan berkisah tentang sosok yang dijuluki sebagai
“Bapak Republik Indonesia” yaitu Tan Malaka. Siapakah sebenarnya Tan Malaka? Dalam
buku-buku sejarah, namanya biasanya hanya dibahas sekilas saja. Padahal, beliaulah
orang pertama yang mencetuskan istilah Republik Indonesia untuk negara kita.
Marilah kita simak bersama secuil kisah hidup Tan Malaka.
Nama lengkap Tan Malaka adalah Riki Yakub Van Bommel atau Ibrahim
Datuk Sutan Malaka. Beliau adalah seorang tokoh revolusioner dan pejuang
kemerdekaan Indonesia yang sangat berpengaruh. Ia dikenal sebagai
"Bapak Republik Indonesia" karena ide-idenya yang visioner tentang
pembentukan negara Republik Indonesia jauh sebelum kemerdekaan tercapai.
Ibrahim Datuk Sutan Malaka lahir di Pandam Gadang, Suliki, Lima
Puluh Kota pada tanggal 2 Juni 1897 dan meninggal tanggal 21 Februari 1949.
Sebenarnya tanggal dan tahun lahirnya tidak jelas, serta bervariasi dari sumber
ke sumber, tetapi kemungkinan antara tahun 1894 dan 1897. Nama panggilannya
adalah Ibrahim, tetapi ia dikenal baik sebagai seorang anak orang dewasa
sebagai Tan Malaka, sebuah nama kehormatan dan semi-bangsawan. Ia mewarisi
latar belakang bangsawan dari ibunya.
Ia membaca banyak buku yang sangat memengaruhi pola pikirnya. Di antara buku-buku tersebut adalah De Fransche Revolutie karya Wilhem Blos yang membahas Revolusi Prancis, serta karya-karya dari Karl Marx, Frieddrich Engels, Vladimir Lenin, dan Friedrich Nietzshe.
Salah satu karya yang terkenal dari Tan
Malaka adalah sebuah buku yang berjudul “MADILOG”. Buku ini disusun selama
delapan bulan oleh beliau. Madilog merupakan akronim dari Materialisme,
Dialektika, dan Logika. Madilog adalah perjuangan epistemologys yang
mengasumsikan problem pengetahuan sebagai inti dari kondisi keterjajahan. Madilog
juga merupakan cara berpikir yang mengedepankan bukti kemungkinan-kemungkinan
yang mungkin terjadi dan nalar rasional. Mari kita telisik definisi dari
materialisme, dialektika, mapun logika secara singkat.
Materialisme berasal dari kata materi.
Materi adalah dasar dari segala yang ada di alam semesta. Konsep dan ide
metafisik dari materi yang diinderakan. Konsep Materialisme menekankan pada
keterarahan perhatian manusia pada kenyataan bukan pada khayalan dan tahayul.
Daripada kita sibuk mencari penyebab tentang segala kejadian di alam gaib,
lebih baik kita mencari kenyataan bendawi sendiri. Dalam mengkaji realitas, diperlukan ilmu
pengetahuan yang berbasis pendekatan ilmiah. Dengan begitu, para proletar Indonesia
akan berpikir maju dan dapat keluar dari keterpurukan.
Dialektika menjelaskan bahwa realitas tidak
dilihat sebagai sejumlah unsur terisolasi yang sekali jadi kemudian tak pernah
berubah. Dialektika mengatakan bahwa segala sesuatu bergerak maju melalui
lagkah-langkah yang saling bertentangan.
Sedangkan logika adalah cara berpikir
antimistik dan antidogmatik. Cara berpikir antimistik adalah penolakan terhadap
cara berpikir yang bersifat mistik, gaib, dan tahayul. Cara berpikir
antidogmatik adalah penolakan terhadap cara berpikir yang bersifat pasif,
dogmatik, dan ketergantungan atau ketidakmandirian untuk menentukan keputusan
bagi diri sendiri atau bangsanya sendiri.
Selain menulis buku, mengajar, jurnalis, dan pejuang, ia juga menjalin kontak dengan ISDV,
dan menulis beberapa karya untuk pers. Sebagai seorang jurnalis, ia
menulis tentang perbedaan mencolok dalam kekayaan antara kapitalis dan pekerja,
dalam salah satu karyanya yang paling awal, "Tanah Orang Miskin";
yang disertakan dalam Het Vrije Woord edisi Maret 1920. Tan Malaka
juga menulis tentang penderitaan para kuli di Sumatera Post.
Keterlibatannya dengan Partai Komunis Indonesia berawal dari pecahnya partai Sarekat Islam (SI). membentuk Sarekat Islam Putih yang dipimpin oleh Tjokroaminoto, dan Sarekat Islam Merah yang dipimpin oleh Semaun dan berpusat di Semarang. Usai kongres, Tan Malaka diminta Semaun pergi ke Semarang untuk bergabung dengan PKI. Menurutnya, di Indonesia cukup sesuai dengan mempersatukan antara paham sosialis, nasionalis, komunis, dan paham Islam, namun hal ini sangat di tentang oleh banyak tokoh, pemerintah Hindia Belanda, dan sebagian rakyat Indonesia.
Tan Malaka adalah orang yang tidak setuju berjuang secara diplomasi
atau bernegosiasi dengan musuh (penjajah). Menurutnya, perjuangan mencapai
kemerdekaan dengan cara parlementer tidak dimungkinkan karena pada dasarnya sistem
kolonialisme tidak memberi ruang bagi masyarakat pribumi untuk duduk di dalam
parlemen.
Bagi Tan Malaka, diplomasi adalah hal keliru yang dijalankan oleh
pemerintah Indonesia dengan berbagai konsesi, baik politik maupun ekonomi. Ia
juga menyebut orang-orang yang menginginkan diplomasi dalam revolusi ini
sebagai “inlenders alat” yaitu kaki tangan imperialis Belanda dalam menjajah
Indonesia. Dimana akan mengakibatkan kerugian bagi Indonesia.
Revolusi Indonesia adalah revolusi nasional sebagai wadahnya dan
revolusi sosial sebagai isinya. Dimana sebagian kecil menentang sisa-sisa
feodalisme dan sebagian besar menentang imperialism barat menjajah bangsa Indonesia.
Selain mendirikan partai MURBA, Persatuan Perjuangan, dan Aksi
Massa, Tan Malaka juga melakukan GERPOLEK (Gerilya Politik Ekonomi). Dalam
Gerpolek Tan Malaka menyuguhkan fakta kalau perundingan justru merugikan bangsa
Indonesia. Wilayah Indoneisa menyusut hanya Jawa saja. Kekayaan Indonesia pun
kembali dikuasai oleh Belanda (penjajah). Padahal setelah revolusi Agustus,
rakyat pernah menguasai semuanya. Oleh karena itu, Tan Malaka mengajak rakyat
untuk melakukan perang semesta dengan menggunakan taktik gerilya dan sabotase
terhadap simpul-simpul kekusaan militer Belanda.
Menurut Tan Malaka, seorang pemimpin haruslah seorang yang cerdas
dan mampu memimpin suatu pergerakan revolusioner. Ia dapat memberikan
pertimbangan dan memperkirakan arah perjuangan yang akan berjalan. Di samping
itu, seorang pemimpin harus dapat menyelami kemauan rakyat dan dapat mengubah
kemauan massa menjadi perbuatan massa. Namun untuk menggerakkan suatu massa
harus memiliki suatu partai revolusioner. Partai inilah yang nanti akan mempertemukan
orang yang memiliki persamaan pandangan dalam revolusi.
Aksi masa untuk mencapai Indonesia Merdeka adalah suatu hal yang
tidak dapat dipungkiri, mengingat politik imperialis Belanda serta demarkasi
revolusi Indonesia tidak memungkinkan untuk melakukan perjuangan dengan cara
lain. Maka pengerahan rakyat “MURBA” adalah suatu hal yang wajib dilakukan.
Aksi massa dalam bentuknya sebagian dapat menjelma dalam bentuk pemogokan-pemogokan dan pemboikotan yang dilakukan secara terkoordinasi. Aksi pemogokan sangat besar pengaruhnya terhadap roda perekonomian dan politik Belanda. Sedangkan pemboikotan terhadap segala bentuk kerja sama ekonomi dan politik, seperti menolak membeli dan menjual barang-barang ataupun memboikot pajak juga harus dilakukan. Akhirnya aksi massa juga ditopang oleh demonstrasi-demonstarsi politik yang semakin hari tekanan pada pihak imperialis semakin kuat.
Dalam pergerakannya, Tan Malaka merumuskan beberapa program penting,
seperti program ekonomi menuju Republik Indonesia, program pendidikan, tujuan pendidikan,
serta jembatan keledai (nemoteknik dalam belajar). Salah satu yang terkenal
adalah Tiga Program Pendidikan. Ketiga
program tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Wajib belajar bagi anak-anak semua warga negara Indonesia dengan
cuma-cuma sampai umur 17 tahun, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar dan bahasa Inggris sebagai bahasa asing utama.
2.
Menghapuskan sistem pelajaran sekarang dan menyusun sistem yang
langsung berdasarkan atas kepentingan-kepentingan Indonesia yang sudah ada dan
yang akan dibangun.
3. Memperbaiki dan memperbanyak jumlah sekolah-sekolah kejuruan, pertanian, dan perdagangan, serta memperbanyak jumlah sekolah-sekolah bagi pegawai-pegawai tinggi di lapangan teknik dan administrasi.
Di akhir tulisan ini, saya akan menyampaikan beberapa kutipan dari
Tan Malaka yang diharapkan dapat menjadi motivasi bagi generasi-generasi
selanjutnya.
“Akuilah dengan hati bersih bahwa
kalian dapat belajar dari orang Barat. Tapi jangan sekali-kali kalian meniru
dari orang barat, kalian harus menjadi murid-murid dari Timur yang cerdas….”
“Bila kaum muda yang telah belajar
di sekolah menganggap dirinya terlalu tinggi, dan pintar untuk melebur dengan
masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang
sederhana, maka lebih baik Pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.”
“Ingatlah bahwa dari dalam kubur
suara saya akan lebih keras daripada dari atas bumi.”
“Terbentur, terbentur, terbentur,
terbentuk.”
“Kalau ada maling masuk ke rumahmu,
usir dia! Kalau perlu pukul! Jangan ajak dia berunding.”
Itulah sekelumit perjuangan dan perjalanan hidup seorang tokoh revolusioner
Indonesia. Ia merupakan salah satu dari tujuh tokoh revolusioner bangsa ini. Semoga
Allah SWT menganugerahkan kepada kita keberanian dan kecerdasan seperti yang
telah diberikan-Nya kepada Tan Malaka. Al-Fatihah untuk seluruh pahlawan Revolusioner Indonesia. Aamiin Yaa Rabbal’aalamiin. (EAS).