Rabu, 15 Januari 2025

Jadilah Orang Baik

 


https://id.pngtree.com/free-png-vectors/orang-baik

Menjadi orang baik sering diasosiasikan dengan memiliki banyak teman, diterima dalam lingkungan sosial, mendapatkan rezeki berlimpah, dan mendapatkan kesuksessan yang diharapkan. Betulkah demikian? Perintah menjadi orang baik itu, sering kita dengar secara langsung maupun tidak langsung. Khususnya sebagai orang tua dan guru yang memberikan nasihat kepada anak atau muridnya bahwa “Kamu harus menjadi orang baik!”, “Apapun keadaannya kamu harus tetap menjadi orang baik!” dan banyak lagi perintah-perintah yang mengharuskan agar kita menjadi orang baik.

Masalahnya, bagaimana sebenarnya cara menjadi orang baik itu? Apa yang dimaksud dengan orang baik? Baik dilihat dari segi apa? Baik menurut persepsi siapa? Sudahkah kita mencontohkan dan memperlihatkan bagaimana perilaku orang baik dalam kehidupan sehari-hari? Banyak orang tua dan guru yang menasihati anak-anaknya untuk menjadi orang baik, tetapi sering kali mereka tidak pernah menunjukkan secara konkret bagaimana caranya menjadi orang baik atau proses menuju kebaikan tersebut. Akibatnya, konsep “orang baik” hanya menjadi sebuah angan-angan atau khayalan yang terbentuk dari keterpaksaan, tanpa pemahaman yang mendalam atau tealadan yang nyata.

Hal inilah yang membuat saya berpikir secara serius. Sebagai orang dewasa yang telah menjadi orang tua, baik di rumah maupun di sekolah, apakah kita benar-benar telah menunjukkan proses menuju kebaikan tersebut?

Saya sering berasumsi bahwa semua anak atau murid sudah memahami definisi “orang baik” dan bagaimana cara menjadi orang baik. Namun ternyata, asusmi dan persepsi saya meleset. Banyak anak yang masih bingung dengan pengertian “orang baik” dan bagaimana menjalankan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Kebingungan ini bahkan lebih terasa pada remaja, yang sering kali belum sepenuhnya mengenal jati diri mereka sendiri.

Mungkin dalam pikiran mereka, orang baik adalah seseorang yang tidak banyak bertingkah, hanya duduk diam tanpa berkata apa-apa, dan pasrah terhadap perlakuan orang lain, apa pun itu. Orang baik dianggap tidak melawan, meski diperlakukan dengan tidak adil. Itulah kekeliruan yang sering saya temui dalam kenyataan.

Dengan kata lain, ada anggapan bahwa orang baik harus menerima semua tindakaan yang diberikan oleh orang lain, baik itu tindakan yang baik maupun buruk. Padahal, pemahaman seperti itu perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang tepat. Menjadi orang baik bukan berarti harus selalu pasrah, tetapi tetap bertindak sesuai dengan prinsip kebenaran dan keadilan.

Saya akan melihat pengertian dan ciri orang baik dari perspektif agama Islam. Menurut Islam, pengertian orang baik adalah orang yang memiliki keimanan yang baik, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi orang lain. Ciri-ciri orang baik menurut Islam adalah jujur, ikhlas, sabar, pintar, pekerja keras, bertanggung jawab, peduli sesama, ramah dan santun, tidak resek dengan orang lain.

Selain itu, terdapat beberapa contoh perbuatan baik menurut Islam, yaitu: (1) beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi; (2) memberikan harta kepada orang miskin, anak yatim, dan orang-orang yang meminta-minta; (3) memerdekaan hamba sahaya; (4) mendirikan shalat; (5) menunaikan zakat; (6) menepati janji; (7) memaafkan orang yang telah menyakiti; dan (8) berusaha untuk berbuat baik kepada musuh.

Itulah pengertian dan ciri yang dijelaskan dalam agama Islam. Sekilas tampak mudah dan ringan untuk menjalankannya. Namun kenyataannya, sulit melaksanakan semua perbuatan baik tersebut. Mengapa hal ini bisa terjadi? Ada beberapa faktor penyebabnya, di antaranya adalah karena kita memiliki hati dan perasaan, logika, intuisi, imajinasi, naluri, dan nilai-nilai yang memengaruhi setiap tindakan yang akan dilakukan. Selain itu, panca indera kita sering kali mudah terkecoh oleh apa yang terlihat di depan mata. Bahkan, akal pun terkadang bisa menyangkal kenyataan yang ada.

Banyak pertimbangan yang muncul ketika seseorang akan melakukan suatu kebaikan, di antaranya alasan logis, pengalaman empiris, atau bahkan penolakan dalam hati. Kita sering merasa enggan melakukan sesuatu bila dirasa tidak ada manfaatnya atau terasa tidak masuk akal. Misalnya, ketika kita harus berbuat baik terhadap orang yang telah berbuat jahat kepada kita. Secara logika dan akal sehat, sesuai hukum aksi-reaksi, seharusnya kebaikan dibalas dengan kebaikan, dan kejahatan dibalas dengan kejahatan. Namun, dalam ajaran Islam, hal tersebut tidak dianjurkan. Islam justru mendorong kita untuk membalas kejahatan dengan kebaikan. Penerapan nilai kebaikan seperti ini sering kali menjadi tantangan, terutama bagi remaja atau anak-anak yang belum dewasa.

Pelajaran kebaikan dan akhlak mulia sering diberikan dari mulai sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, baik secara terpisah ataupun tergabung dalam mata pelajaran lainnya. Namun, mengapa dalam penerapannya masih belum tergambar dengan jelas?. Begitupun pada Kurikulum Merdeka, yang sangat menekankan P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Dalam P5, karakter-karakter mulia yang wajib dimiliki oleh semua siswa, mulai jenjang SD, SMP, hingga SMA sangat ditekankan. Sayangnya, P5 tersebut seringkali hanya berhenti pada tahap evaluasi dan panen karya saja, tanpa terimplementasikan dalam keseharian siswa.

Semua yang diajarkan dalam P5 adalah perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan sebagai proses menjadi “orang baik”. Namun, mereka masih belum menyadarinya, mengapa pembelajaran P5 harus dilakukan di setiap sekolah? dan apa manfaatnya bagi mereka? Mungkin disebabkan juga karena pada otak mereka masih berasumsi bahwa PBM (Proses Belajar Mengajar) di sekolah dilakukan hanya sebuah rutinitas dan pemenuhan kewajiban seorang pelajar saja, yang ujung-ujungnya mendapatkan nilai baik dan memuaskan. Tanpa menyadarinya, hal itu dilakukan untuk diterapkan dalam kehidupan nyata.

Oleh sebab itu, kita harus menunjukkan cara menerapkan karakter orang baik melalui contoh yang sangat nyata. Misalnya, kita wajib menunjukkan saat mereka harus berkata jujur, jangan salahkan ketika mereka berkata apa adanya, sadarkan mereka ketika harus bergotong royong dengan sesama teman dan bukan gotong royong saat membuli teman atau gotong royong saat mencontek jawaban ujian. Pahamkanlah bagaimana caranya kita harus ikhlas dan sabar dalam segala hal, berilah contoh perbuatan yang nyata tentang menjadi pekerja keras serta tidak putus asa, disiplin, tanggung jawab, peduli sesama, ramah dan santun secara keseharian.

Dengan ditunjukkan, dan diberi contoh, serta pemahaman yang berkelanjutan, saya yakin mereka akan sadar dan paham juga. Pada akhirnya, semua definisi perbuatan baik yang harus dimiliki oleh orang baik akan terinternalisasi dalam diri mereka. Jangan malah sebaliknya, kita mengajarkan untuk bersikap ramah dan santun, namun ketika kita bertatap muka dengan mereka, kita malah cuek dan acuh tak acuh. Niscaya, semua konsep ramah dan santun itu akan hilang di benak mereka.

Barulah setelah mereka mengerti dan paham pengertian “orang baik” dan “kebaikan” sesuai dengan penerapan keseharian, kita masukkan konsep yang lebih tinggi lagi, yaitu konsep melatih diri untuk tetap berbuat baik ketika kita tidak diperlakukan dengan baik oleh orang lain. Konsep ini begitu tinggi, dan sulit dijangkau; jangankan oleh anak remaja oleh orang dewasa pun seringkali sangat sulit. Namun, tidak ada salahnya kita tanamkan secara tuntas konsep menjadi “orang baik” kepada anak atau murid. Setujukah Anda dengan pendapat saya?

Dasar pemikiran saya untuk memberikan ketuntasan konsep “orang baik” kepada anak atau murid berasal dari berbagai pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain. Penilaian ini menunjukkan bahwa orang baik telah disiapkan oleh Allah SWT sejak kecil. Sejarah pun bercerita, seperti kisah para Nabi dan Rasul, bahwa mereka sudah dipersiapkan menjadi orang baik bahkan sangat baik. Kehidupannya selalu dipenuhi ujian dan cobaan yang sangat luar biasa sejak kecil. Namun, Allah tetap menolong mereka, memberikan kekuatan, dan mengutus pendamping sebagai teladan bagi orang-orang tersebut. Dengan itu, para kekasih-Nya (Nabi dan Rasul) mampu memetik hikmah, pelajaran serta pesan cinta dari Allah. Akhirnya mereka menjadi sosok yang sangat luar biasa, berakhlak mulia, dan menjadi contoh atau panutan untuk umatnya.

Jadi, konsep “orang baik” harus diberikan kepada anak sejak dini. Siapa tahu, anak atau murid kita adalah orang yang telah dipersiapkan untuk menjadi “orang baik” yang sesungguhnya di hadapan Allah SWT. Kitalah yang diberikan tugas mulia sebagai pembimbing dan teladan bagi mereka.

Sebagai penutup tulisan hari ini, ada pernyataan orang bijak yang selalu saya ingat, yaitu: “Jadilah orang baik, karena bila kita menjadi orang baik, ada dua kemungkinan yang akan terjadi.  Pertama, kita akan bertemu dengan orang baik lainnya, dan yang kedua, kita akan ditemukan oleh kebaikan.” Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk menjadi “orang baik” oleh Allah SWT. Aamiin Ya Rabbal’alamin. (EAS).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEOPLE PLEASER

  https://www.its.ac.id/news/2024/05/05/people-pleaser-upaya-semu-menyenangkan-semua-orang Tulisan kali ini akan membahas tentang People Ple...